Sonic The Hedgehog - Sonic

Pages

Rabu, 06 Maret 2013

Penjelasan Rukun Iman


Aqidah Islamiah dibangun di atas rukun iman yang enam, yaitu: Iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, hari akhirat, dan iman kepada takdir yang baik dan yang buruk.
Keenam rukun ini telah disebutkan secara jelas dalam Al-Qur`an dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam. Allah Azza wa Jalla berfirman:
ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البر من ءامن بالله واليوم الآخر والملائكة والكتاب والنبيين
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi.” (QS. Al-Baqarah: 177)
Adapun, iman kepada takdir maka disebutkan dalam firman-Nya:
إنا كل شيء خلقناه بقدر
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdir.” (QS. Al-Qamar: 49)
Sementara dari As-Sunnah adalah hadits Umar bin Al-Khaththab yang masyhur tentang kisah datangnya Jibril alaihissalam untuk bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang iman. Maka beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim no. 9)
Berikut penjelasan ringkas mengenai keenam rukun iman ini:
1.    Iman kepada Allah.
Tidaklah seseorang dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani 4 perkara:
a.    Mengimani adanya Allah Ta’ala.
b.    Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah.
c.    Mengimani uluhiah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah Ta’ala.
d.    Mengimani semua nama dan sifat Allah yang Allah telah tetapkan untuk diri-Nya dan yang Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam tetapkan untuk Allah, serta menjauhi ta’thil, tahrif, takyif, dan tamtsil.
2.    Iman kepada para malaikat Allah.
Maksudnya kita wajib membenarkan bahwa para malaikat itu ada wujudnya dimana Allah Ta’ala menciptakan mereka dari cahaya. Mereka adalah makhluk dan hamba Allah yang selalu patuh dan beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
ومن عنده لا يستكبرون عن عبادته ولايستحسرون يسبحون الليل والنهار لايفترون
“Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya`: 19-20)
Kita wajib mengimani secara rinci setiap malaikat yang kita ketahui namanya seperti Jibril, Mikail, dan Israfil. Adapun yang kita tidak ketahui namanya maka kita mengimani mereka secara global. Di antara bentuk beriman kepada mereka adalah mengimani setiap tugas dan amalan mereka yang tersebut dalam Al-Qur`an dan hadits yang shahih, seperti mengantar wahyu, menurunkan hujan, mencabut nyawa, dan seterusnya.
3.    Iman kepada kitab-kitab Allah.
Yaitu kita mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah kalam-Nya, dan kalamullah bukanlah makhluk karena kalam merupakan sifat Allah dan sifat Allah bukanlah makhluk.
Kita juga wajib mengimani secara terperinci semua kitab yang namanya disebutkan dalam Al-Qur`an seperti taurat, injil, zabur, suhuf Ibrahim, dan suhuf Musa. Sementara yang tidak kita ketahui namanya maka kita mengimani secara global bahwa Allah Ta’ala mempunyai kitab lain selain daripada yang diterangkan kepada kita. Secara khusus tentang Al-Qur`an, kita wajib mengimani bahwa dia merupakan penghapus hukum dari semua kitab suci yang turun sebelumnya.
4.    Iman kepada para nabi dan rasul Allah.
Yaitu mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan yang nyata.
Wajib mengimani bahwa semua wahyu nabi dan rasul itu adalah benar dan bersumber dari Allah Ta’ala. Karenanya siapa saja yang mendustakan kenabian salah seorang di antara mereka maka sama saja dia telah mendustakan seluruh nabi lainnya. Karenanya Allah Ta’ala mengkafirkan Yahudi dan Nashrani tatkala tidak beriman kepada Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan Allah mendustakan keimanan mereka kepada Musa dan Isa alaihimassalam, karena mereka tidak beriman kepada Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Juga wajib mengimani secara terperinci setiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya. Sementara yang tidak kita ketahui namanya maka kita wajib mengimaninya secara global. Allah Ta’ala berfirman:
ولقد أرسلنا رسلاً من قبلك منهم من قصصنا عليك ومنهم من لم نقصص عليك
“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. Ghafir: 78)
5.    Iman kepada hari akhir.
Dikatakan hari akhir karena dia adalah hari terakhir bagi dunia ini, tidak ada lagi hari keesokan harinya. Hari akhir adalah hari dimana Allah Ta’ala mewafatkan seluruh makhluk yang masih hidup ketika itu -kecuali yang Allah perkecualikan-, lalu mereka semua dibangkitkan untuk mempertanggung jawabkan amalan mereka. Allah Ta’ala berfirman:
كما بدأنا أول خلق نعيده وعدا علينا إنا كنا فاعلين
“Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya, janji dari Kami, sesungguhnya Kami pasti akan melakukannya.” (QS. Al-Anbiya`: 104)
Ini makna hari akhir secara khusus, walaupun sebenarnya beriman kepada akhir itu mencakup 3 perkara, dimana siapa saja yang mengingkari salah satunya maka hakikatnya dia tidak beriman kepada hari akhir. Ketiga perkara itu adalah:
a.    Mengimani semua yang terjadi di alam barzakh -yaitu alam di antara dunia dan akhirat- berupa fitnah kubur oleh 2 malaikat, nikmat kubur bagi yang lulus dari fitnah, dan siksa kubur bagi yang tidak selamat darinya.
b.    Mengimani tanda-tanda hari kiamat, baik tanda-tanda kecil yang jumlahnya puluhan, maupun tanda-tanda besar yang para ulama sebutkan jumlahnya ada 10. Di antaranya: Munculnya Imam Mahdi, keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa alaihissalam, keluarnya Ya`juj dan Ma`jun, dan seterusnya hingga terbitnya matahari dari sebelah barat.
c.    Mengimani semua yang terjadi setelah kebangkitan. Dan kejadian ini kalau mau diruntut sebagai berikut: Kebangkitan lalu berdiri di padang mahsyar, lalu telaga, lalu hisab (tanya jawab dan pembagian kitab), mizan (penimbangan amalan), sirath, neraka, qintharah (titian kedua setelah shirath), dan terakhir surga.
6.    Beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.
Maksudnya kita wajib mengimani bahwa semua yang Allah takdirkan, apakah kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu berasal dari Allah Ta’ala. Beriman kepada takdir Allah tidak teranggap sempurna hingga mengimani 4 perkara:
a.    Mengimani bahwa Allah Ta’ala mengimani segala sesuatu kejadian, yang baik maupun yang buruk. Bahwa Allah mengetahui semua kejadian yang telah berlalu, yang sedang terjadi, yang belum terjadi, dan semua kejadian yang tidak jadi terjadi seandainya terjadi maka Allah tahu bagaimana terjadinya.
Allah Ta’ala berfirman:
لتعلموا أن الله على كل شيء قدير وأن الله قد أحاط بكل شيء علما
“Agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 12)
b.    Mengimani bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan semua takdir makhluk di lauh al-mahfuzh, 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah menuliskan takdir bagi semua makhluk 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 4797)
c.    Mengimani bahwa tidak ada satupun gerakan dan diamnya makhluk di langit, di bumi, dan di seluruh alam semesta kecuali semua baru terjadi setelah Allah menghendaki. Tidaklah makhluk bergerak kecuali dengan kehendak dan izin-Nya, sebagaimana tidaklah mereka diam dan tidak bergerak kecuali setelah ada kehendak dan izin dari-Nya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan kamu tidak dapat menghendaki (mengerjakan sesuatu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir: 29)
d.    Mengimani bahwa seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat mereka beserta seluruh sifat dan perbuatan mereka adalah makhluk ciptaan Allah.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الله خالق كل شيء
“Allah menciptakan segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 62)

Keutamaan Hari dan Sholat Jum’at

Hari Jum’at memang hari yang istimewa di sisi Allah SWT, banyak peristiwa agung terjadi pada hari Jum’at. Bukan sekedar rotasi hari biasa dari Senin hingga Ahad sebagaimana sehari-hari terjadi. Hari Jum’at merupakan raja dari hari-hari. Secara teologis ada peristiwa agung yang terjadi pada hari Jum’at. Allah SWT menciptakan langit dan bumi, menciptakan nabi Adam AS, memasukkan nabi Adam ke dalam syurga, menurunkan nabi Adam AS ke dunia, dan mewafatkan beliau juga pada hari Jum’at, niscaya Allah SWT mengabulkan doa yang dipanjatkan pada hari Jum’at, dan pada hari Jum’at juga dunia beserta isinya akan digulung kembali. Setiap malaikat, langit, bumi, angin, gunung, dan laut semuanya menyayangi hari Jum’at. Oleh karena hari Jum’at memiliki banyak keutamaan, kaum Muslim didorong menunaikan amalan lebih banyak pada hari Jum’at dibanding hari-hari lainnya sehingga lebih taqarub kepada Allah SWT dan sekaligus menambal pelbagai kekurangan di hari-hari lainnya. Allah SWT menjadikan perbuatan yang sangat mulia di hari Jum’at yang menjadi perantara diri kepada-Nya, sholat Jum’at. Sholat Jum’at adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan umat Muslim. Sebagimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Jumu’ah: 9, “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui“. Ayat tersebut bersifat umum dan tidak menyebutkan jamaah dengan jumlah tertentu. Segala sesuatu yang bersifat umum tidak boleh dikhususkan begitu saja tanpa berdasarkan Qur’an, Hadits, atau ijma’ ulama. Karena itu kontroversi di antara para ulama terjadi. Masalah-masalah yang diperdebatkan berkisar keabsahan shalat Jum’at: jumlah jamaah yang menunaikan dan prasyaratnya. Apakah dengan dua orang saja bisa menunaikan shalat Jum’at, orang yang bermukim di dusun kecil atau tinggal di kemah berpindah berkewajiban menunaikannya? Sebagian ulama seperti Umar bin Abdul Aziz, al-Auzai, dan Laits bin Sa’ad mengatakan setiap penduduk dusun yang ada pemimpinnya mereka diperintahkan untuk melakukan shalat Jum’at dan yang menjadi imam adalah pemimpin mereka. Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishak, mewajibkan ada shalat Jum’at dalam sebuah tempat yang di dalamnya terdapat 40 penduduk laki-laki yang sudah akil baligh dan berstatus merdeka. Syarat 40 orang ini ditanggapi oleh al-Auzai, tidak perlu sebanyak itu, asal ada 3 orang saja dan ada pemimpinnya, mereka wajib shalat Jum’at. Sebab pada dasarnya shalat Jum’at sama dengan shalat lainnya hanya saja di dalam shalat Jum’at ada kutbahnya.
Hampir serupa dengan shalat fardhu lainnya, shalat Jum’at diwajibkan kepada orang yang sudah akil baligh, merdeka, laki-laki, tidak sedang bepergian, dan tidak ada udzur sama sekali. Jadi shalat Jum’at wajib mutlak bagi laki-laki. Bagi perempuan yang ikut shalat Jum’at maka tidak perlu melakukan shalat Dzuhur. Anak kecil dan orang gila tidak wajib shalat Jum’at karena dianggap fisiknya lemah atau orang gila tidak memenuhi syarat akalnya. Sebagian besar ulama juga sepakat tidak ada kewajiban shalat Jum’at bagi kaum budak atau kaum tidak merdeka. Diriwayatkan dari Thariq bin Syihab bahwa nabi Muhammad SAW bersabda “Shalat Jum’at itu wajib atas setiap Muslim dengan cara berjamaah kecuali empat golongan, yaitu budak, perempuan, anak-anak, dan orang sakit“. Untuk anak-anak perlu mengajak mereka menunaikan shalat Jum’at sebagai pembelajaran bagi mereka sehingga ketika kewajiban shalat Jum’at kelak turun baginya, anak sudah siap menunaikannya. Sedangkan bagi musafir, sebagian besar ulama sepakat tidak mewajibkannya karena nabi Muhammad SAW dalam perjalanan tidak mengerjakan shalat Jum’at. Begitu juga pada saat beliau mengerjakan haji wada’ di Arafah yang jatuh pada hari Jum’at, beliau hanya mengerjakan sholat Dzuhur dan Ashar dengan jama’ takdim. Langkah nabi ini juga diikuti para khalifah setelah beliau wafat.
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Sallamah bin al-Akwa’ berkata “Kami shalat hari Jum’at bersama Rasulullah saw kemudian kami pulang ketika dinding sudah tidak punya bayangan yang bisa digunakan untuk berteduh.” Dalil inilah yang banyak dipakai oleh jumhur ulama bahwa waktu shalat Jum’at sama dengan waktu shalat Dzhuhur. Menurut Imam Malik, boleh hukumnya membaca khutbah sebelum matahri condong ke barat tetapi shalat Jum’atnya harus dilakukan setelahnya.
Shalat Jum’at yang dilaksanakan pada hari yang istimewa tersebut memiliki sejumlah sunnah yang sangat dianjurkan. Pertama mandi Jum’at, dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda “Barangsiapa yang mandi, mendatangi shalat Jum’at kemudian shalat seperti yang telah ditentukan kepadanya kemudian serius mendengarkan khutbahnya, kemudian shalat bersamanya, niscaya diampuni dosanya yang terjadi antara Jum’at dan Jum’at yang lain ditambah 3 hari. Barang siapa yang memegang kerikil-batu kecil untuk dipermain-mainkan sehingga tidak memperhatikan isi khutbah, maka ia telah melakukan kelalaian“. Sunnah mandi Jum’at seyogyanya dibarengi dengan berhias/berdandan, menggosok gigi, dan memakai wewangian. Kedua, memperbanyak ingat kepada Allah SWT, beristighfar kepada-Nya, memperbanyak membaca Al-Qur’an, sering bershalawat pada Nabi dan keluarganya, serta bersedekah karena hari itu adalah hari mulia di mana karunia Allah tercurah ke alam semesta dan rahmat-Nya menyelimuti dunia. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih, dari Aus bin Aus nabi Muhammad SAW bersabda “Sesungguhnya di antara hari-harimu semua yang lebih utama ialah hari Jum’ah, maka dari itu perbanyakkanlah membaca shalawat padaku dalam hari Jum’ah itu, sebab sesungguhnya shalawatmu semua itu ditunjukkan kepadaku“. Ketiga, berangkat ke masjid lebih awal. Diharapkan jamaah shalat Jum’at bisa melaksanakan shalat sunnah dan berzikir kepada Allah SWT sebelum kutbah dimulai. Barang siapa berangkat pada saat pertama seolah-olah dia berkurban seekor unta, yang berangkat pada saat kedua seolah-olah berkurban seekor lembu, yang berangkat pada saat ketiga seolah-olah berkurban kambing kibas, yang berangkat pada saat keempat seolah-olah berkurban seekor ayam, dan yang berangkat pada saat kelima seolah-olah berkurban sebutir telor. Keempat, menyimak khutbah sang khatib. Tidak berbicara ketika khatib sedang menyampaikan khutbah karena bisa membatalkan pahala shalat Jum’at.
Khutbah Jum’at adalah wajib menurut jumhur ulama. Mereka berdasarkan dari hadits-hadits shahih yang menyebutkan bahwa setiap kali Nabi mengerjakan shalat Jum’at maka selalui disertai dengan khutbah. Bagi Imam Syafi’i, hukum dua khutbah adalah wajib, duduk di antara dua khutbah juga wajib. Menurut sebagian besar ulama ahli fiqh seperti Imam Malik, Abu Hanifah, Imam Ahmad, yang wajib hanya satu khutbah. Namun menurut Syaukani khutbah tidak wajib karena tidak termasuk bagian dalam shalat. Saat berkhutbah, Rasulullah SAW biasa memperpendek khutbah, menggunakan kalimat-kalimat yang singkat namun padat, memperpanjang shalat, memperbanyak dzikir. Khutbah beliau lebih menitik-beratkan pada pokok-pokok keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, dan saat berhadapan dengan Allah di hari kiamat, uraian mengenai surga dan neraka, apa-apa yang disediakan Allah untuk para wali dan orang-orang yang taat. Sebaliknya apa-apa yang disediakan Allah bagi musuh-musuh-Nya dan ahli maksiat. Dengan demikian hati pendengar akan dipenuhi keimanan, tauhid, makrifatullah, serta saat genting di hari kiamat.
Beruntunglah orang-orang yang punyai perhatian lebih pada pada shalat Jum’at dan amalan-amalan yang mengikutinya sehingga bisa menjadi penutup kekurangan di hari yang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About